Setya Novanto Bebas Bersyarat, KPK Ingatkan Bahaya Korupsi e-KTP
KPK ingatkan dampak serius kasus korupsi e-KTP usai Setya Novanto resmi bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025.

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya angkat bicara terkait pembebasan bersyarat yang diberikan kepada mantan Ketua DPR, Setya Novanto, terpidana kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa kasus korupsi e-KTP bukan perkara biasa. Menurutnya, skandal ini dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan memberikan kerugian besar bagi negara maupun masyarakat luas.
“Kasus e-KTP ini adalah salah satu bentuk kejahatan korupsi yang sangat serius. Dampaknya dirasakan hampir seluruh rakyat Indonesia karena e-KTP merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara,” ujar Budi saat ditemui wartawan, Senin (18/8).
Ia menambahkan, kasus tersebut tidak hanya menguras keuangan negara dalam jumlah besar, tetapi juga menurunkan kualitas pelayanan publik secara masif. “Tidak hanya nilai kerugian yang besar, tapi juga membuat pelayanan publik terganggu dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” imbuhnya.
Setnov Bebas Bersyarat
Kabar pembebasan Setya Novanto kembali menarik perhatian publik. Mantan politikus yang akrab disapa Setnov itu dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani masa tahanan di Lapas Sukamiskin, Bandung, sejak Sabtu (16/8).
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, menjelaskan bahwa status kebebasan yang diperoleh Setnov bukan bebas murni, melainkan bebas bersyarat. Hal ini menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh kuasa hukum Setnov.
“Beliau dinyatakan bebas bersyarat karena hukuman yang awalnya 15 tahun dipangkas menjadi 12 tahun 6 bulan. Setelah dihitung dua per tiga masa hukuman, maka hak pembebasan bersyarat jatuh pada 16 Agustus 2025,” terang Kusnali.
Putusan MA tersebut secara efektif mengurangi masa hukuman Setnov sebanyak 2,5 tahun. Awalnya ia divonis 15 tahun penjara, namun setelah PK dikabulkan, hukumannya dikurangi menjadi 12 tahun 6 bulan.
Putusan MA dan Sidang PK
Perkara peninjauan kembali Setnov terdaftar dengan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Surya Jaya, dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani serta Sigid Triyono. Panitera Pengganti yang bertugas adalah Wendy Pratama Putra.
Sidang tersebut berlangsung dan putusan resmi dibacakan pada 4 Juni 2025. Amar putusan menyatakan bahwa permohonan PK dari Setnov dikabulkan sebagian, sehingga masa hukumannya dikurangi.
Reaksi Publik
Meski telah mengantongi status bebas bersyarat, pembebasan Setnov menimbulkan reaksi beragam di masyarakat. Sebagian pihak menilai bahwa keputusan ini berpotensi melukai rasa keadilan, mengingat kasus e-KTP adalah salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia.
Sementara itu, KPK menekankan pentingnya pembelajaran dari kasus ini. “Masyarakat perlu selalu diingatkan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Setiap kebijakan hukum harus tetap menempatkan aspek keadilan dan kepentingan publik di atas segalanya,” tegas Budi Prasetyo.
KPK juga menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus terus berjalan tanpa pandang bulu, termasuk kepada pejabat tinggi negara.
What's Your Reaction?






