Rabu Wekasan 2025: Tradisi Jawa-Islam Tolak Bala di Bulan Safar
Rabu Wekasan 2025 jatuh 20 Agustus, tradisi Jawa-Islam tolak bala di bulan Safar. Simak sejarah, makna, dan ragam amalannya.

Sahkato.com - Kalender Jawa hingga kini masih memegang peranan penting dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Tidak sekadar penanda hari, kalender ini juga menjadi rujukan dalam menentukan hari baik, menghitung weton, hingga pelaksanaan ritual adat dan tradisi keagamaan.
Menariknya, sistem penanggalan Jawa berjalan beriringan dengan kalender Masehi dan Hijriah. Kombinasi ini memberi panduan lengkap, khususnya bagi masyarakat yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal dan ajaran leluhur.
Sinkronisasi Kalender Jawa dan Hijriah
Contoh konkret dapat dilihat pada pekan ketiga Agustus 2025. Kalender Jawa menunjukkan bahwa Ahad Legi, 17 Agustus 2025, bertepatan dengan 23 Safar 1447 Hijriah. Sinkronisasi ini memudahkan masyarakat yang masih mengaitkan kehidupan sehari-hari dengan penanggalan tradisional, terutama dalam menyusun agenda keagamaan dan upacara adat.
Apa Itu Rabu Wekasan?
Di antara hari-hari dalam kalender Jawa-Islam, ada satu yang dianggap istimewa, yakni Rabu Wekasan. Istilah ini berasal dari kata “Rebo” (Rabu) dan “wekasan” (pungkasan/akhir). Artinya, Rabu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
Menurut Tundjung Wahadi Sutirto, pemerhati budaya sekaligus dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rabu Wekasan selalu diperingati pada Rabu terakhir bulan Safar.
Tradisi ini diyakini sebagai momentum turunnya bala atau musibah. Karena itu, masyarakat menjalankan berbagai amalan untuk memohon perlindungan Allah SWT, seperti shalat sunnah, doa bersama, membaca surat Yasin, hingga sedekah.
Kapan Rabu Wekasan 2025?
Berdasarkan kalender Kementerian Agama (Kemenag), bulan Safar 1447 H berlangsung dari 26 Juli 2025 hingga 24 Agustus 2025. Dengan demikian, Rabu Wekasan 2025 jatuh pada 20 Agustus 2025 atau 26 Safar 1447 H.
Namun, ada pula catatan yang menyebutkan peringatan ini bertepatan dengan 29 Safar 1447 H. Perbedaan terjadi karena variasi penentuan awal bulan Hijriah di berbagai daerah. Meski berbeda tanggal, esensi tradisinya tetap sama: menjadikan hari itu sebagai momen berdoa dan berharap keselamatan.
Latar Belakang Tradisi Rabu Wekasan
Tradisi ini telah mengakar selama ratusan tahun, terutama di Jawa, Madura, dan sebagian wilayah Sumatra. Dalam literatur Islam klasik, seperti kitab Kanzun Najah wa-Surur fi Fadhail al-Azminah wa-Shuhur karya Abdul Hamid Quds, disebutkan bahwa pada Rabu terakhir bulan Safar Allah menurunkan 320 ribu bala ke bumi.
Keyakinan inilah yang melatarbelakangi masyarakat untuk menghidupkan ritual khusus sebagai ikhtiar tolak bala.
Ragam Ritual Rabu Wekasan
Praktik Rabu Wekasan berbeda di tiap daerah.
-
Ada yang melaksanakan shalat sunnah empat rakaat dengan bacaan tertentu.
-
Ada pula yang membuat Air Salamun, yakni air doa yang dibagikan kepada warga.
-
Di Desa Panyuran, Tuban, Jawa Timur, masyarakat menggelar doa bersama, membaca Yasin, hingga mengadakan sedekah sebagai bagian dari tradisi ini.
Pro dan Kontra Tradisi Rabu Wekasan
Seperti tradisi keagamaan lain, Rabu Wekasan juga menuai pro dan kontra.
-
Bagi pendukungnya, Rabu Wekasan adalah bentuk syiar budaya dan religiusitas lokal yang memperkuat ikatan sosial.
-
Sementara itu, sebagian kelompok menganggap tradisi ini sebagai praktik bid’ah atau takhayul.
Terlepas dari perdebatan, Rabu Wekasan tetap hidup sebagai warisan budaya yang memperlihatkan bagaimana masyarakat Indonesia memadukan ajaran agama, budaya, dan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari.
What's Your Reaction?






