Indonesia & Israel: Sejarah Panjang Penolakan Demi Palestina
Sejak 1948, Indonesia menolak hubungan diplomatik dengan Israel demi membela Palestina. Inilah sejarah dan alasan konsistensi sikap tersebut.

Hubungan Indonesia–Israel: Sejarah Panjang Penolakan yang Tetap Konsisten
Sahkato.com - Sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia aktif membangun relasi dengan berbagai negara di dunia, termasuk kawasan Timur Tengah. Namun, satu negara yang hingga kini tidak pernah memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Indonesia adalah Israel.
Ketika Israel memproklamasikan berdirinya negara di wilayah Palestina pada 1948, respon Indonesia jelas: menolak menjalin hubungan. Penolakan ini bukan sekadar sikap politik sementara, melainkan bagian dari prinsip yang dipegang para pendiri bangsa.
Surat dari Perdana Menteri Israel yang Tak Pernah Dijawab
Pada tahun yang sama, Perdana Menteri pertama Israel, David Ben-Gurion, mengirimkan surat ucapan selamat atas kemerdekaan Indonesia kepada Presiden Soekarno. Tujuannya tidak lain untuk membuka pintu hubungan diplomatik, termasuk rencana pembukaan kantor konsulat Israel di Indonesia.
Namun, Presiden Soekarno sama sekali tidak merespons surat tersebut. Dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim, disebutkan bahwa keputusan ini didasari pertimbangan politik dan solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Ben-Gurion sendiri adalah tokoh sentral dalam sejarah Israel, bahkan namanya diabadikan menjadi nama bandara internasional di Tel Aviv. Meski begitu, sikapnya jelas menolak pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka. Ia dikenal sebagai “Bapak Bangsa Israel” yang mendorong imigrasi besar-besaran Yahudi dari seluruh dunia untuk membangun Israel.
Pengakuan Israel yang Tetap Ditolak
Pada Januari 1950, Menteri Luar Negeri Israel Moshe Sharett mengirim telegram kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta, berisi pengakuan penuh atas kedaulatan Indonesia. Dalam jurnal Indonesia And Israel: A Relationship In Waiting yang dimuat di Jewish Political Studies Review (Maret 2005), Bung Hatta hanya membalas dengan ucapan terima kasih—tanpa menanggapi usulan pembukaan hubungan diplomatik.
Sharett, yang juga merupakan penandatangan Deklarasi Kemerdekaan Israel, berada di bawah pemerintahan Ben-Gurion. Namun, bagi Indonesia, masalah ini bukan sekadar urusan diplomasi, melainkan menyangkut prinsip solidaritas terhadap Palestina yang tengah berada di bawah tekanan.
Faktor Sosial, Politik, dan Keagamaan
Penolakan Indonesia terhadap Israel didorong oleh beberapa faktor utama. Pertama, faktor sosial-politik, di mana rakyat Indonesia, sebagai mayoritas Muslim, merasa memiliki kewajiban moral untuk mendukung Palestina. Kedua, faktor keagamaan dan kemanusiaan, mengingat konflik di Palestina dinilai sebagai bentuk penjajahan yang bertentangan dengan semangat kemerdekaan.
Sikap tegas ini telah menjadi bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia sejak era Soekarno hingga kini. Pemerintah Indonesia konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, baik di forum internasional maupun dalam hubungan bilateral dengan negara-negara lain.
Konsistensi yang Diakui Dunia
Hingga saat ini, Indonesia termasuk dalam jajaran negara yang belum mengakui Israel secara resmi. Di mata dunia, posisi ini menunjukkan konsistensi diplomasi Indonesia dalam membela hak rakyat Palestina. Sikap ini juga sejalan dengan pembukaan UUD 1945 yang menegaskan penolakan terhadap segala bentuk penjajahan.
Kisah hubungan Indonesia dan Israel ini menjadi bukti bahwa diplomasi tidak hanya soal kepentingan ekonomi atau politik jangka pendek, tetapi juga soal prinsip, komitmen, dan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
What's Your Reaction?






